D-ONENEWS.COM

Jaga Biota Kalimas, Aktivis Lingkungan CO.ensis Desak Pejabat Tolak Sampah Plastik

Surabaya,(DOC) – Indonesia menjadi penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia, membuat para aktivis lingkungan yang tergabung dalam Co.ensis (Community of environment sustainable) melakukan aksi penolakan di tengah-tengah sungai Kalimas Surabaya.

Dikoordinir oleh Ananta Putra Karsa, belasan orang melakukan aksi menolak sampah plastik, terutama plastik sachet kemasan beberapa produk, terlebih lagi sachet kopi.

Menurut Ananta, sampah sachet seperti sachet kopi memiliki beberapa lapis dalam satu kali pengemasan sebuah produk. Hal inilah yang membuat Indonesia menjadi penyumbang sampah plastik terbanyak kedua, setelah Negara Cina.

“Hampir setengah produk plastik kemasan yaitu plastik multi-layer sekali pakai yang sulit didaur ulang, karena strukturnya yang berlapis-lapis. Pada tahun 2017, 438 juta ton plastik di produksi secara global, sepertiganya digunakan sebagai kemasan sekali pakai dan terus meningkat sebanyak 40% dalam dekade berikutnya,” ujar Ananta, Kamis (10/3/2022).

Menurutnya, nanti disaat tahun 2027, Bumi berpotensi besar dicemari oleh sampah yang didominasi oleh sampah plastik. Perkiraan inilah yang membuat Co.ensis bergerak menolak sampah plastik.

“Dari beberapa penelitian di negara berkembang ASEAN pada tahun 2019 dari 164 juta sampah sachet yang digunakan oleh setiap orang per hari adalah 62% merupakan sachet multi-layer sama dengan 101 juta sachet multi-layer terbuang setiap hari. sampah terbanyak adalah sampah sachet dari minuman seperti kopi dan jus sebanyak 21 %. Diperkirakan jumlah kemasan sachet yang terjual sekitar 1.3 triliun pada tahun 2027 yang berpotensi menjadi sampah dan mencemari lingkungan,” ungkapnya.

Selain itu, Ananta menambahkan, jika plastik yang ada di sampah sachet memiliki kandungan senyawa kimia yang cukup bahaya untuk kelangsungan kelstarian lingkungan. Mirisnya lagi, di pelbagai pelosok desa juga sudah mulai tercemari sampah sachet.

“Plastik sachet memiliki kandungan senyawa kimia yang berbahaya seperti phthalate sebagai zat pemlastis, dioxin, senyawa berflourinasi, BFRs (Brominated Flame Retardants), Bisphenols A, dan lain-lain. Sachet banyak digunakan di wilayah pedesaan sebanyak 700 ribu ton, padahal Sebagian besar desa masih tidak terlayani sistem pengelolaan sampah desa, karena layanan pemerintah hanya menjangkau area perkotaan dan yang terlayani rute angkutan sampah ke TPA,” ujarnya.

“Sampah plastik sachet yang terakumulasi di lingkungan perairan karena hanyut dan tertumpuk dibantaran sungai akan mencemari air sungai yang dimanfaatkan sebagai bahan baku air PDAM, bahkan sampah sachet yang tertumpuk akan mengalami degradasi menjadi masalah baru yaitu terbentuknya mikroplastik Mikroplastik adalah bagian terkecil dari plastik yang telah mengalami degradasi dan berukuran (mikroskopis) <5mm. mikroplastik rentan dikonsumsi oleh makhluk hidup dan masuk dalam rantai makanan,” imbuhnya.

Berdasarkan informasi dan penelitian yang menunjukkan bahwa terjadi pencemaran di Sungai Brantas berupa tumpukan sampah plastik yang memungkinkan adanya mikroplastik, maka dari itu Co.Ensis yang merupakan komunitas peduli lingkungan melakukan penelitian mikroplastik di air, sedimen dan biota air Sungai Brantas pada bulan Februari-Maret 2022 yang terdiri dari 3 wilayah yang dilewati oleh Sungai Brantas dan ditentukan 9 titik pengambilan sampel diantaranya yaitu Jembatan Lama Ploso, Kawasan Industri Ploso, Dam Karet Menturus, Kesamben, Gedeg, Jembatan Gajah Mada, Perning, Legundi dan Driyorejo.

“Dari hasil penelitian Co.ensis menemukan bahwa semua sampel air, sedimen dan biota terkontaminasi mikroplastik dengan jumlah total 7540 partikel, rata-rata kelimpahan mikroplastik pada air permukaan sebesar 207 partikel/100L, pada kolom perairan sebesar 314 partikel/100 L, sedangkan pada sedimen rata-rata kelimpahannya 83 partikel/50 gram. Biota sungai Brantas telah terkontaminasi mikroplastik diantaranya yaitu ikan dengan rata-rata kelimpahan 159 partikel/ekor, crustacea dengan rata-rata kelimpahan 15 partikel/ekor dan pada Bivalvia sebanyak 23 partikel/ekor,” lengkapnya.

Dengan adanya temuan yang berdampak tersebut, Co.ensis mendesak pada pejabat-pejabat terkait menjaga lingkungan dan biota di sungai Surabaya, sbb:.

  1. Pertama pada BBWS sungai Brantas untuk Melakukan pencegahan dan pengawasan kerusakan kualitas air sungai dengan melakukan upaya pembersihan sungai.
  2. Kedua pada DLH jawa timur menyediakan papan larangan membuang sampah ke sungai dan menambah fasilitas pembuangan sampah.
  3. Ketiga pada produsen penghasil plastik, untuk bertanggung jawab menarik kembali atas sampah produksinya.
  4. Keempat, pada masyarakat untuk memilah sampah menjadi tiga yakni; sampah residu dibuang di TPA, sampah daur ulang dikumpulkan di Bank Sampah, dan sampah organik dimanfaatkan sebagai pupuk.
  5. Kelima, mengajak masyarakat Tolak Produk Sachetan, memboikot produk kemasan sachet dan kembali menggunakan produk curah tanpa kemasan, mengembangkan usaha refill produk rumah tangga menggunakan kemasan lama yang dapat diisi ulang.
  6. Keenam, Menolak solusi palsu penanganan sachet yang menambah pencemaran mikriplastik ke lingkungan seperti mengolah sampah sachet menjadi campuran batu bata, aspal, dan ecobrick.(ang/r7)
Loading...

baca juga